"Memang udah KARMA gue kali ya"
"Awas lu. Inget sama KARMA!"
"Liat deh. Makan tuh KARMA lu sendiri!"
Ini, kata-kata yang selalu diucap sama semua orang. Bahkan, umat Buddha sendiri pun, sering mengucapkan kata ini, tanpa mengerti maknanya.
Sebenarnya, kalau kita lihat dari sudut pandang yang berbeda. Karma bukanlah takdir yang selalu menjadi bahan serangan, ataupun perlindungan diri sendiri yang sangat ampuh. karma seakan-akan, sudah dibuat menjadi benteng terakhir, yang menjadi tameng kita ketika kita sedang mengalami banyak masalah, atau terkena musibah.
Harus kita lihat, karma tidaklah selalu menjadi titik terakhir dalam kehidupan. Masih banyak yang harus kita perhitungkan dalam kehidupan ini, tidak hanya karma.
Perbuatan yang kita lakukan sebelum kejadian itu berbuah, atau malapetaka datang menghampiri kita, juga menjadi sebab yang datang menghampiri kita.
So, jangan pernah bilang, semua itu karma kita.
lihat deh, perbuatan kita sebelumnya. Itu juga menjadi gambaran kita, tentang apa yang kita lakukan sebelumnya.
Be Happy
Kita harus memaikan logika kita disini. Perlukah suatu awal dari suatu perbuatan... ataupun kejadian???
Ternyata.... TIDAK!!
Kita ambil sedikit dari pelajaran Matematika. Angka terkecil dari angka 0, adalah angka negatif. Dan angka terbesar dari angka 0. adalah positif. sekarang, apakah ada angka terkecil dari bilangan negatif tersebut? -1.000.000.000? hanya segitu? Tidak, masih ada angka negatif yang lebih negatif daripada angka itu. Penemuan angka hanya sebatas pada kemampuan manusia dalam mengira, sedangkan masih banyak angka-angka yang belum ditemukan.
Hal inilah, yang sejalan dengan pendapat Buddhis. Tidak ada awalan dari suatu sistem. Alam ini, contohnya, tidak berawal dari sebuah penciptaan. Alam ini, menurut hukum buddhis, sudah sangat-sangat tua, yang mengalami penghancuran beberapa, bahkan berlipat-lipat kali kehancuran.
Banyak ahli yang mendukung pendapat ini. Bertrand Russel, penulis buku Why i am not a christian, mengatakan bahwa perlunya suatu awalan, karena benar-benar miskinnya pikiran kita.
Think Critically. Not just Believe.
Algojo. Ya, siapapun yang mendengar nama ini, pasti berpikir tentang pria besar, kekar, berotot, yang memegang golok, pedang, ataupun pistol, dengan topeng hitam menutupi wajahnya, mengarahkan senjatanya itu ke arah korban yang sedang tertunduk lemas di balik tempat eksekusi.
Banyak yang mengatakan bahwa, algojo adalah pekerjaan kotor, berdosa, tidak menampilkan kebaikan sama sekali. bahkan, banyak yang langsung memberikan pendapat bahwa, seorang algojo dipastikan masuk neraka.
Dalam sisi Buddhis, kita tidak boleh menetapkan pendapat tentang keberdosaan atau tidak. Dalam salah satu cerita Buddhis, ada juga seorang algojo yang ketakutan setelah mendengar ceramah salah satu Murid Sang Buddha. Algojo itu ketakutan, karena ia telah melakukan segala kejahatan yang ada. Tapi, muris Sang Buddha memberikan dua pilihan :
1. Apakah Pekerjaan sebagai algojo, dilakukan dengan kesenangan. Karena memang seorang algojo itu senang membunuh?
2. Apakah pekerjaan sebagai algojo, dilakukan dengan terpaksa. Karena memang tidak ada pekerjaan lain baginya, selain daripada algojo, yang hanya menerima tugas dari atasan untuk menghukum mati seseorang?
Jikalau algojo tersebut melakukan semua tindakan itu, atas nama keterpaksaan, maka bisa dikatakan bahwa ia tidak bersalah.
Agama Buddha tidak pernah menyatakan seseorang berdosa. Hanya embun ketidaktahuan, yang menutupi dirinya..